ABSTRAK

Gaya kepemimpinan situasional yang dipilih bisa dikatakan efektif atau tidak efektif tergantung bagaimana kematangan dari bawahan. Dalam dunia militer dikenal bahwa setiap anggota diharuskan siap dalam berbagai macam tugas apapun, namun menurut Hersey dan Blanchard dikatakan bahwa gaya kepemimpinan situasional masih dapat digunakan oleh militer dalam
situasi tertentu. Di Pussen Armed sendiri bintara sebagai atasan masih belum dapat melihat bagaimana kematangan dari bawahan, sehingga menimbulkan permasalahan seperti merasa tidak dipercaya dan kesalahan dalam mengerjakan tugas kerap terjadi. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk menggambarkan gaya kepemimpinan situasional di militer khususnya di Pussen Armed. Penelitian ini menggunakan teori gaya kepemimpinan situasional dan kematangan bawahan menurut teori dari Hersey dan Blanchard (1982). Peneliti menggunakan jenis penelitian deskriptif dengan metode kuantitatif dan pendekatan induktif. Peneliti menggunakan alat ukur baku gaya kepemimpinan dan kematangan bawahan yang dikembangkan oleh Sidrati Islamia, mahasiswi Universitas Indonesia. Alat ukur gaya kepemimpinan menurut persepsi bawahan memiliki rentang validitas 0,406-
0,755 untuk reliabilitas 0,801 dan alat ukur kematangan bawahan memiliki rentang validitas 0,424-0,769 untuk reliabilitas 0,757. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa sebanyak 30 orang subjek penelitian terhadap tamtama sebagai bawahan, mereka beranggapan bahwa Bintara menggunakan gaya kepemimpinan participating. Kemudian, dalam kematangan bawahan tamtama sebagai bawahan termasuk ke dalam golongan “sedang menuju rendah”. Berdasarkan hasil penelitian, peneliti menyarankan untuk lokasi sebaiknya di satuan batalyon pada komandan pleton atau komandan kompi apabila ingin meneliti di ranah militer.

Kata kunci : Gaya kepemimpinan, tipe kepemimpinan situasional, kematangan bawahan