ABSTRAK

Kebijakan Moratorium Hutan dikeluarkan sejak tahun 2011 oleh Pemerintah Indonesia. Ini merupakan salah satu strategi nasional Indonesia berkerjasama dengan Norwegia pada skema Reducing Emission from Deforestation and Degradation (REDD+). Kebijakan Moratorium Hutan ini berupa Intruksi Presiden. Kebijakan Moratorium Hutan diperpanjang dan dievaluasi selama dua tahun sekali dengan Peta Indikatif Penundaan Pemberian Ijin Baru (PIPPIB) yang direvisi dalam jangka waktu setiap enam bulan. Kebijakan ini dikeluarkan dengan tujuan untuk mengurangi Deforestasi dan Degradasi Hutan di Indonesia. Pada
tahun 2015 merupakan titik terparah bagi Indonesia mengalami kerusakan dan kehilangan dari lahan hutan. Salah satu contohnya adalah sering terjadinya pembukaan lahan untuk industrialisasi dengan cara pembakaran. Ini sangat bertolakbelakang dengan Kebijakan Moratorium Hutan yang telah ada dan komitmen Indonesia pada skema REDD+. Penelitian ini menggunakan pendekatan pluralisme, green theory, konsep organisasi internasional dan konsep peran. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan tipe penelitian kualitatif deskriptif. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan pengumpulan data primer dan sekunder. Greenpeace sebagai Organisasi Internasional yang bergerak dalam perlindungan dan penyelamatan lingkungan hidup mengambil peran dalam hal ini, karena dengan adanya Kebijakan Moratorium Hutan di Indonesia merupakan suatu peluang bagi Indonesia dalam melindungi hutan. Maka Greenpeace merespon agar Indonesia
menerapkannya dengan baik. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat beberapa peran dari Greenpeace yang merespon terhadap Kebijakan Moratorium Hutan di Indonesia 2015-2017.

Kata Kunci : Lingkungan Hidup, REDD+, Peran Organisasi Internasional, Greenpeace, Hutan, Kebijakan Moratorium Hutan Indonesia.