ST Segment Elevation Myocardial Infarction (STEMI) adalah salah satu tipe Sindrom Koroner Akut (SKA) yang sering menyebabkan kematian mendadak dan merupakan kasus kegawatdaruratan medis yang membutuhkan penanganan reperfusi segera. Penanganan reperfusi berupa pemasangan Percutaneous Coronary Intervention (PCI) atau non–PCI (terapi farmakologis). Menurut penelitian sebelumnya, kedua penanganan tersebut memiliki perbedaan dalam perubahan kualitas hidup setelahnya. Perubahan kualitas hidup tersebut dapat diukur dengan Seattle Angina Questionnaire (SAQ) yang memiliki lima dimensi klinis, yaitu aktivitas fisik, frekuensi nyeri, stabilitas nyeri, kepuasan pasien, dan persepsi terhadap penyakit yang diderita oleh pasien. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbandingan kualitas hidup pasien STEMI yang dilakukan tindakan PCI dengan Non-PCI di Rumah Sakit Dustira Cimahi. Rancangan penelitian menggunakan metode analitik komparatif dengan pendekatan studi potong lintang. Data diperoleh dari data primer berupa kuesioner yang diisi oleh 17 orang pasien STEMI dengan tindakan PCI dan 17 orang pasien STEMI dengan tindakan non–PCI di RS Dustira Cimahi. Data tersebut dianalisis secara statistik dengan Uji T independen. Hasil penelitian menunjukkan rerata skor kualitas hidup pasien STEMI setelah dilakukan tindakan PCI di RS Dustira Cimahi (66,06) lebih baik 13,88 poin dibandingkan dengan pasien STEMI yang dilakukan tindakan non–PCI (52,18). Kualitas hidup pada kelompok PCI di RS Dustira Cimahi lebih baik dibandingkan dengan kelompok non–PCI karena mekanisme pemecahan plak aterosklerotik pada tindakan PCI dapat segera meningkatkan aliran darah koroner sehingga reperfusi jaringan dapat kembali membaik. Secara statistik terdapat perbedaan yang sangat bermakna dengan nilai P yang dihasilkan kurang dari 0,01 (p < 0,01) yaitu sebesar 0,000 (p=0,000).

Kata kunci: STEMI, PCI, Non–PCI, Kualitas hidup, SAQ